Memahami Sifat-Sifat Allah SWT,: 'Ilm, Iradah, dan Qudrah. (Bag. 1)
PENULIS: Muhammad Rifqi Arriza | Dalam pandangan ahlus sunah wal jama'ah, bertauhid dengan pemahaman yang benar adalah wajib hukumnya, ulama meringkasnya dgn ungkapan: tidak boleh bertaklid dlm akidah. Indikasi kewajiban dlm hal ini direkam dengan sangat jelas oleh al-Quran, yaitu pada surat Muhammad ayat 19: "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal".
Kata فاعلم yang berarti ketahuilah!, pelajari!, dan makna serupa lainnya, telah menginspirasi para ulama kita untuk mewajibkan bertauhid tanpa taklid. Makanya, tidak heran jika banyak ulama yang mewajibkan belajar ilmu akidah dan mempelajari buku-buku akidah. Jadi, tunggu apalagi? Mulai belajar ilmu akidah dari sekarang, biar gak gampang dikibuli orang-orang JIL, atau ditipu oleh para nabi palsu, juga guru-guru aliran kebatinan.
Pada tulisan ini, insya allah saya akan mencoba mengurai sedikit tentang tiga sifat Allah –'Azza wa Jalla- yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu sifat 'ilm (Maha Mengetahui), iradah (Maha Menghendaki), qudrah (Maha Kuasa). Saya juga akan mencoba mengaitkan pembahasan 3 sifâtullah ini dengan silaturahim (sabda Nabi Saw. –yg maknanya-; silaturahim dapat menambah umur), dan doa (sabda Nabi: tidak ada yg menghalangi terlaksananya qadha' –antonimnya qadar- kecuali doa).
Tapi sekali lagi, saya hanya akan mencoba mengulas semua pembahasan ini dgn ringkas, tidak terlalu panjang, apalagi bertele-tele. Semoga niat baik kita semua utk berakidah dgn benar mendapat taufik dari-Nya. Amin99x.
Sifat Allah Swt.; 'ilm (Maha Mengetahui)
Sifat 'ilm bagi Allah Swt. adalah sifat Allah yg eksis (wujud), qadim, dengannya Dia dapat mengetahui segala sesuatu, atau biasa disebut para ahli kalam dengan; inkisyâf(mengetahui –segala sesuatu-). Ia bersama dengan sifat sama' (Maha Mendengar) danbashar (Maha Melihat) adalah tiga sifat Allah yg mempunyai ta'alluq (interaksi, yaitu antara Allah dan makhluknya) inkisyâf.
Karena sifat 'ilm berarti Maha Mengetahuinya Allah atas segala sesuatu, dengan segala kemutlakannya (sesuatu), maka 'ilmullah (-cakupan- pengetahuan Allah) meliputi apa pun, kapan pun, dan dimana pun. Baik itu wajibul wujud (Dzat Allah Swt), mustahilul wujud(Tuhan selain Allah), maupun mumkinul wujud (semua makhluk-Nya). Cakupan sifat ini memang melebihi cakupan sifat Allah yg lain, iradah maupun qudrah. Makanya ia ada di urutan pertama dlm keterkaitan antara 3 sifat yg kita bahas di sini.
Sifat Allah Swt.; iradah (Maha Berkehendak)
Sifat iradah bagi Allah Swt. adalah sifat Allah yg eksis, qadim, dengannya Dia memilih/menghendaki sebagian hal dari banyak kemungkinan pada mumkinul wujud. Misalnya, manusia pada asal mulanya adalah tidak ada (ma'dum), tapi kemudian Allah lah yg membuat dia ada, menciptakannya. Dengan itu, Allah telah memilih dan menghendaki satu dari dua hal, yaitu membuat ada/menciptakan manusia tersebut daripada tetap menjadikannya sesuatu yg tidak eksis, tidak wujud. Begitu seterusnya, saat sang manusia sudah wujud –dengan kehendak Allah-, dia akan tetap 'terkena efek' iradah Allah.
Ringkasnya, kehendak Allah akan memberi efek pada semua makhluk (khususnya manusia) –yg notabene adalah mumkinul wujud- dalam 6 hal beserta kebalikannya, biasa disebut ulama akidah dengan al-mumkinât al-mutaqâbilât. Keenam hal tersebut adalah:
1- Wujud (eksis) >< 'Adam (tidak eksis).
2- Sifat-sifat makhluk tertentu >
3- Berada pada satu waktu/zaman >
4- Berada pada satu tempat >
5- Berada pada satu arah (jihah) >
6- Mempunyai suatu ukuran tertentu (kg, m, dan segala sesuatu yg bisa diukur) >
Intinya, bahwa segala yg terjadi di alam semesta ini adalah sesuai kehendak Allah Swt. Entah itu baik ataupun buruk –dlm pandangan manusia/makhluk-. Jadi, tidak ada sesuatu pun yg mempunyai wujud/muncul di alam ini, atau terjadi, kecuali dengan iradah Allah Swt. Karena jika tidak seperti itu –memahaminya-, maka kita telah meyakini ada Tuhan selain Allah yg telah menghendaki terjadinya sesuatu di alam ini, dan itu adalah kesyirikan yg nyata, bahkan kekafiran. Itulah akidah ahlus sunnah wal jama'ah, yang bertolak belakang dengan akidah muktazilah (pembahasan mengenai akidah muktazilah cukup panjang, jadi tdk akan dibahas pada tulisan ini).
Bagaimana tidak, dalam al-Quran Allah Swt. berfirman: "dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat" (al-Shaffat: 96). Bahkan keinginan dan kemauan kita juga adalah kehendak Allah yang telah membuat kita menginginkan hal tersebut, hal itu terekam jelas pada surat al-Takwir: 29 "Dan kamu tidak dapat menghendaki –sesuatu- kecuali apabila hal itu dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam". Dan banyak lagi ayat lainnya yg menjelaskan realita ini, juga hadis-hadis Nabi Saw.
Kemudian, para mutakallimin jg membahas satu pembahasan yg sangat penting saat mengulas sifat iradah Allah ini, yaitu kaitan antara kehendak Allah dan perintah-Nya. Maksudnya begini, apakah setiap yg Allah kehendaki juga Dia perintahkan?, dan sebaliknya, apakah semua perintah Allah adalah kehendak-Nya?. Kalau mau dirangkum, ahlus sunnah wal jama'ah mengakui dan meyakini 4 hal dalam masalah ini, yaitu:
1- Allah Swt. dapat menghendaki sesuatu, tapi tidak memerintahkannya. Seperti orang yang lahir, hidup, dan mati dengan kekafirannya (non muslim). Allah tentu menghendaki semua yg terjadi di alam semesta, apalagi –hanya- di muka bumi ini. Tapi apakah Allah memerintahkan manusia utk kafir kepada-Nya? Tentu tidak. Banyak sekali ayat dan hadis yg menerangkan dengan gamblang hal itu, sesuatu yg membuat aneh jika kita dapat tertipu dengan kampanye-kampanye pluralisme yg digaungkan oleh temen-temen JIL.
2- Kebalikan dari no.1 (?)
3- Allah Swt. dapat memerintahkan sesuatu, dan juga menghendakinya. Seperti orang yang lahir, hidup, dan mati dalam keadaan iman. Ya Rabb, hidup dan matikanlah kami dalam keimanan. Amin99x.
4- Kebalikan no.3 (?)
Tapi ada satu hal yg harus kita perhatikan, bahwa walaupun semua yg terjadi di alam semesta –termasuk dunia- adalah iradah Allah, baik maupun buruknya, kita tdk boleh menisbahkan suatu keburukan yg terjadi adalah kehendak Allah, sebagai adab kepada-Nya. Kecuali di tengah-tengah pelajaran, hal itu dibolehkan, dan syekh kami juga menyebutkannya di sela-sela pengajarannya –di masjid Azhar-.
Hal ini ditegaskan oleh al-Quran pada surat al-Nisa': 79 "Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) diNabiyullâh Ibrahim 'alaihissalam memberikan qudwah hasanah dlm hal ini; " dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku" (al-Syu'ara': 80). Padahal Ibrahim as. sudah tahu dan yakin bahwa segala yg terjadi di muka bumi adalah ketentuan Allah Swt., apalagi para Nabi adalah golongan manusia yg paling mengenal hakekat Allah Swt., apa yg wajib bagi-Nya, maupun yg mustahil. Tapi beliau ingin mengajarkan adab kepada Allah bagi umatnya, dan umat manusia seluruhnya.
rimu sendiri". Di tempat lain,
*to be continued...........
==================
Referensi:
1- Hasyiyatu Syaikhil Islam Ibrahim al-Baijuri 'ala Matan al-Sanusiah fi Ilmi al-Tauhid
2- Dars syekh Jamal Farouq di masjid al-Azhar.