Konversi Bank Konvensional ke Sya'riah Apakah Sudah Syar'i?
Tulisan Oleh : Zainul Arifin
(Direktur Eksekutif Tazkia Institute)
Sumber : Republika Online
Mengkonversi bank konvensionalmenjadi bank yang syariah kini bak tren saja. Lihat saja, setelah Bank Mandiri
Syariah, Bank IFI Syariah, Unit BNI Syariah dan menyusul lagi Unit Bank BRI
Syariah dan Danamon Syariah.
google image |
Kabar terakhir, pergerakan
Muhammadiyah membeli Bank Swansarindo, bank yang berbasis di sektor properti,
yang asetnya senilai Rp 170 miliar. Bank Persyarikatan, begitu nama yang
disematkan untuk bank baru itu, nantinya juga akan beroperasi berdasarkan
syariah. Tulisan kedua ini akan memfokuskan pada konversi dua sisi vital:
pasiva dan aktiva.
Mengkonversi pasiva
Dalam bank komersial, sisi pasiva
paling tidak terdiri dari setoran modal, cadangan, giro, tabungan, deposito
berjangka, penempatan bank lain, pinjaman antar bank dan pinjaman dari bank
sentral. Menurut pakar perbankan Islam, Zainul Arifin, seluruh item-item
tersebut tidak akan diubah ketika bank tersebut berubah wajah dari semula
berbasis bunga ke sistem syariah.
Bedanya, kata mantan petinggi BMI
itu, hanya dalam penentuan bagi hasil untuk para pemegang saham. Dalam sistem
lama (bunga), para pemegang saham akan memperoleh hasil dalam bentuk sisa laba
setelah bunga bagi semua jenis simpanan (deposit) dan pinjaman dibayarkan.
Sedang dalam sistem bagi hasil
tidak satupun dari item pasiva berhak menerima alokasi hasil yang sudah
ditentukan lebih dulu. Dengan kata lain, pemegang saham hanya akan memperoleh
bagian dari keuntungan yang benar-benar diperoleh dari bank. Berikut diuraikan
untuk masing-masing item.
Giro
Giro dalam bank yang berprinsip
syariah sama saja dengan giro dalam perbankan konvensioanl. Bank tidak membayar
apapun kepada pemegangnya, malah mengenakan biaya layanan (service charge).
Selanjutnya dana ini akan dipakai oleh bank untuk antara lain membiaya operasi
bagi hasil. Sedang pembayaran terhadap giro, dijamin sepenuhnya oleh bank dan
dilihat sebagai jaminan depositor kepada bank. Bentuk giro semacam ini di Iran
dikenal dengan qard.
Beberapa ulama memandang giro ini
sebagai kepercayaan karena dana diterima bank sebagai simpanan untuk keamanan
(wadiah yad al dhamanah).
Tabungan
Berbeda dengan giro, tabungan
relatif fleksibel menyangkut berapa dan kapan bisa ditarik oleh nasabah. Hal
lain, tabungan di bank konvensional memiliki hasil yang sudah pasti (fixed
return). Untuk bank yang menjalankan prinsip syariah, hasil pasti ini yang
tidak ada. Sebagai gantinya, penabung memperoleh hasil yang berfluktuasi sesuai
dengan hasil yang diperoleh bank. Di sini ditampakkan, bahwa penabung pun ikut
menanggung renteng risiko dengan bank.
Meski demikian, dalam
kenyataannya ada nuansa yang berbeda dari praktek perbankan Islam. Zainul
mencontohkan, untuk kasus di Malaysia dan di Indonesia, berbeda. Bank Islam
Malaysia Berhard, terdapat dua jenis tabungan: wadiah dan tabungan mudharabah.
Di sini, Bank Muamalat Indonesia
menentukan penabung bisa memperoleh bagian keuntungan dari usaha bank dari
waktu ke waktu di samping adanya penjaminan pengembalian pokoknya secara penuh.
Di Iran ketentuan menyangkut penabung berbeda lagi. Di negeri para mullah itu,
tabungan dianggap sebagai qard yang tidak memperoleh hasil, tapi dijamin
pembayarannya bila penabung menarik dananya.
Deposito
Jenis jasa perbankan ini, dalam
sistem bank konvensional akan memperoleh dua keuntungan: jaminan pembayaran
pokok ditambah hasil bunga yang tingkatnya sudah ditetapkan sebelumnya. Dalam
bank berbasis syariah, simpanan deposito akan diberikan hasil dari laba/rugi
bank. Karenanya, deposito sering disebut sebagai rekening investasi. Rekening-rekening
itu dapat mempunyai tanggal jatuh tempo yang berbeda-beda.
Ketiga jenis simpanan ini dalam
bank syariah menjadi sumber dana utama bagi kegiatan pembiayaan (financing).
Ada juga simpanan investasi khusus yang dipakai untuk membiayai sebuah proyek dimana
hasilnya tergantung seberapa sukses proyek menghasilkan, berikut rasio bagi
hasil (mudharabah fee) yang disetujui bersama antara bank dan depositor.
Rekening antar bank
Dalam bank konvensional,
rekening-rekening simpanan dan pinjaman antar bank -- termasuk pinjaman dari
bank sentral -- semua diatur berdasarkan bunga. Bila bank yang bersangkutan
hendak dikonversi menjadi bank bebas bunga, maka sistem ini juga harus
ditinggalkan. Sebagai gantinya bisa diajukan alternatif sistem berdasarkan
qardh al hasan, wadiah atau bagi hasil (mudharabah).
Yang menjadi soal, konversi ini
bisa saja ditolah oleh bank koresponden konvensional. Mereka enggan menawarkan
jasa mereka tanpa bunga. Namun sekarang perbankan konvensional sudah mulai
terbiasa dengan instrumen bank Islam. Alternatif yang lain, bank Islam bisa
memperoleh layanan dari bank-bank itu dengan perjanjian timbal balik.
Perjanjian itu bisa menyangkut
empat poin: Pertama, bank syariah menyimpan sejumlah uang tunai di rekening
koran bank koresponden. Kedua, bank syariah segera mengoreksi saldo debet yang
terjadi di rekening koran mereka. Ketiga, bank koresponden tidak akan membebani
bunga saldo debet dari bank syariah, sebaliknya mereka memanfaatkan saldo
kredit dari bank syariah tanpa membayar kompensasi. Keempat, untuk keperluan
L/C impor, bank koresponden hanya akan mendebet rekening bank syariah sebesar
cash margin tertentu. Dengan cara itu, bank syariah tidak perlu mengkredit
rekeningnya sebsar nilai L/C yang dibuka.
Mengkonversi aktiva
Dalam sisi aktiva bank
konvensional, ada item-item berikut: saldo kas, giro pada bank sentral dan bank
lain, pembelian surat berharga, kredit dan investasi. Berikut akan dijelaskan
mekanismenya.
Saldo pada bank sentral dan
bank lain
Saldo pada bank sentral dan bank
lain tidak berbunga. Karenanya dapat ditanamkan kembali seperti saat bank
dikonversikan menjadi bank bebas bunga. Sedang untuk simpanan di bank lain
(setelah konversi) hanya boleh menerima bagi hsil dari penerima simpanan dan
bukan bunga. Memelihara saldo simpanan pada bank berbasis bunga tidak
diperkenankan. Jadi membayar tunai wesel sebelum jatuh tempo dipebolehkan
sesuai dengan kebutuhan masarakat bisnis.
Discounting bills
Bentuk ini dilarang dalam bank
berbasis syariah. Sebagai gantinya, penarik bill menandatangani sekaligus dua
perjanjian dengan bank secara terpisah: (1) perjanjian pertama menunjuk bank
untuk melakukan collection jumlah dari pihak tertarik pada saat jatuh tempo;
(2) perjanjian kedua untuk menerima pinjaman (qard) dari bank dalam jumlah yang
sama.
Surat berharga pemerintah
Umumnya bank berbasis bunga
memegang surat-surat berharga dari pemerintah baik dalam bentuk goverment
securities maupun debentures. Bila ia berubah menjadi bank bebas bunga, maka
pilihannya, pemerintah harus menerbitkan sertifikat berbasis bagi hasil.
Debenture dari lembaga bisnis bisa diganti dengan tipe baru dari surat berharga
dari perusahaan (corporate securities) dengan jangka waktu tertentu dengan
memberikan pembagian laba kepada pemegangnya dan bukan pendapatan pasti.
Kredit yang diberikan
Setelah menjadi bank syariah,
porsi hasil dari pinjaman perannya sangat kecil karena tidak ada hasil yang
diperbolehkan atas pinjaman itu. Pinjaman hanya dipakai untuk membantu orang
lain yang tidak memperoleh pembiayaan dari sumber lain. Ada tiga pinjaman yang
bisa disediakan oleh bank syariah. Pertama, pembiayaan partisipatif melalui
mekanisme bagi hasil. Kedua, Fasilitas pembiayaan berdasarkan prinsip kontrak
jual beli dan kontrak sewa. Ketiga, pinjaman kebijakan yang dikenal dengan qord
al hasan yang tak membebankan bunga (non interest loan).